RIHLAH

Rihlah diadakan di candi gedungsongo semarang

MUSYAWARAH AKBAR UKKI

Pemilihan MSO dan Ketua UKKI periode 2015/2016

GRAND OPENING

pemenangng lomba TTS dan Pembukaan dan pengenalan Unit Kegiatan Mahasiswa UKKI ke Mahasiswa Baru angkatan 2016/2017

IYT 1

Islamic Youth Traning 1 merupakan pelatihan kepemudaan didasari agama ISLAM yang di adakan di Ponpes Saubari Bening Hati Meteseh Semarang

STADIUM GENERAL

Pembukaan serta Kuliah Duha Pertama untuk Mahasiswa Baru angkatan 2015/2016

Rabu, 13 Maret 2013


Edukasi Bahaya Rokok Sejak Dini


Ilustrasi Kandungan Rokok (tuberose.com)
Ilustrasi Kandungan Rokok (tuberose.com)dakwatuna.com - Kita patut gembira, karena belum lama ini pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Tentu aturan baru ini menjadi angin segar bagi gerakan kampanye bahaya merokok, dan dinilai lebih efektif untuk mengingatkan bahaya rokok bagi pecandu berat. Karena dalam PP ini antara lain mengatur area peringatan kesehatan bergambar seluas 40 persen di depan dan belakang kemasan. Setidaknya ada lima variasi gambar “seram” yang sudah disiapkan untuk dicantumkan pada kemasan produk rokok di Indonesia, peringatan bergambar berupa gambar gangguan yang diakibatkan oleh rokok seperti kanker mulut, tenggorokan, impotensi, dan kanker paru.
Namun euforia kegembiraan ini janganlah berlebihan, mungkin dengan alasan butuh waktu untuk sosialisasi hingga kini aturan tersebut belum juga diimplementasikan ke masyarakat. Belum lagi kemungkinan gugatan hukum dari industri rokok masih terbuka, karena PP tembakau ini dinilai mengganggu bisnis mereka. Padahal bila kita bandingkan, sesungguhnya PP Tembakau di Indonesia lebih “ringan” dari pada PP Tembakau di negara-negara lain karena mereka sudah mencantumkan peringatan bergambar hingga 70 persen sejak lama. Bahkan, sejumlah negara sudah mewajibkan bungkus rokok polos. Seperti Selandia Baru yang mengikuti langkah Australia, melalui Menteri Urusan Kesehatan menyatakan, pemerintah akan melarang pemakaian merek dan mewajibkan rokok dikemas dalam kotak yang berbentuk membosankan dengan peringatan kesehatan yang eksplisit. Sehingga dengan langkah itu akan “menghapus sisa-sisa glamor terakhir dari produk mematikan ini” (Kompas, halaman 8, 20 Februari 2013).
Selama ini, industri rokok telah melakukan pengemasan bungkus rokok dan memanipulasi istilah untuk menarik konsumen dengan tujuan meningkatkan pesona serta akseptabilitas merokok seperti istilah mildlight, dan low. Padahal menurut Departemen Kesehatan RI, istilah tersebut adalah jurus industri rokok untuk mendongkrak tingkat adiksi konsumen secara perlahan-lahan. Dalam istilah psikologi sosial, hal ini bisa disebut manipulasi kesadaran. Dan kita pun tahu, dalam bentuk apapun, kebiasaan merokok tak akan pernah aman.
Dalam dunia industri rokok juga dikenal prinsip “Remaja hari ini adalah perokok di masa depan”. Karena itu bagi produsen rokok, anak-anak dan remaja merupakan aset berharga bagi keberlangsungan industri mereka. Sehingga perokok usia muda inilah yang menjadi sasaran dari produk mereka. Karena itu, para produsen rokok terus membangun citra merokok tampak seolah-olah jantan atau lelaki sejati. Begitu besarnya pengaruh membangun citra ini sehingga dalam dunia remaja, kita bisa menemukan istilah “bencong” atau “tidak gaul”, sebuah label yang disematkan bagi remaja laki – laki yang tidak merokok.
Mungkin, hal inilah yang menjadi salah satu penyebab makin meningkatnya pecandu rokok di kalangan remaja. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) memperkirakan ada 21 juta anak Indonesia menjadi perokok dan meningkat setiap tahunnya. Tahun lalu diperkirakan ada kenaikan hingga 38 persen dari jumlah anak yang merokok di Indonesia. Sementara untuk Jakarta, tingkatnya diperkirakan mencapai 80 persen.
Kalau industri rokok sudah menjadikan remaja kita sebagai pangsa pasar yang menggiurkan. Sebelum semakin banyak remaja kita menjadi konsumen dan pecandu rokok, sebelum terjerumus dalam kerusakan yang lebih besar lainnya seperti narkoba. Maka kita sebagai orang tua harus mewaspadai dan mulai berbenah.
Edukasi melalui keteladanan
Keteladanan yang baik akan membawa kesan positif dalam jiwa anak. Dan orang yang paling banyak diikuti oleh anak adalah orang tuanya. Mereka pulalah yang paling kuat menanamkan pengaruhnya ke dalam jiwa anak. Oleh karena itu, Rasulullah SAW memerintahkan agar orang tua bersikap jujur dan menjadi teladan yang baik kepada anak-anak mereka.
Begitu juga dengan edukasi bahaya rokok, salah satu cara sederhana untuk mengurangi tingginya perokok aktif adalah melalui keteladanan orang tuanya (ayah). Keteladanan orang tua yang tidak merokok menjadi pintu gerbang awal dalam edukasi bahaya rokok. Biasanya, orang tua yang tidak merokok, kemungkinan besar anak-anaknya juga tidak merokok, karena mereka senantiasa memperhatikan perilaku orang tuanya. Dan keteladanan ini akan menjadi imunitas bagi anak-anaknya saat mereka bergaul dengan komunitas perokok, sehingga keinginan untuk mencoba merokok tidak akan pernah mereka lakukan. Jadi sebaiknya, edukasi rokok ini diterapkan orang tua sejak bayi.
Namun disayangkan, orang tua yang seharusnya menjadi teladan dalam edukasi bahaya merokok malah menjadi contoh buruk. Kita masih mudah menjumpai di masyarakat, orang tua dengan mudahnya menyuruh anak-anaknya untuk beli rokok di warung, menggendong anak bayinya sambil merokok, kiai yang menyampaikan ilmu agama sambil merokok di depan santri-santrinya. Sesungguhnya contoh buruk ini, tanpa disadari orang tua telah turut mewariskan dan melanggengkan kebiasaan merokok kepada anak-anak mereka. Sehingga epidemi rokok di Indonesia sulit diputus mata rantainya.
Maka kita tidak heran, kalau tingkat konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat. Menurut survey
Global Adult Tobacco Survey (GATS) disebutkan, konsumsi rokok di Indonesia tahun 2011 sekitar 270 miliar batang. Angka konsumsi rokok ini terus meningkat karena tahun 1970 konsumsi rokok baru sekitar 30 miliar batang. Konsumsi rokok di kalangan anak-anak juga terus meningkat.
Alangkah indahnya dunia ini, jika para orang tua menyadari bahaya rokok ini, bahaya itu tidak hanya karena ada 4.000 zat kimia beracun yang terdapat pada sebatang rokok, tapi juga bisa berefek pada kerusakan yang lebih besar, karena rokok merupakan pintu gerbang awal untuk mengenal narkoba.
Sebelum terlambat, sebelum kerusakan terus menghantui anak-anak kita, remaja kita, sebaiknya dicoba, dimulai dari diri kita, tinggalkanlah rokok sebatang-demi sebatang hingga pada titik tidak merokok sama sekali. Bagi pecandu rokok, memang hal ini terasa sangat berat, namun bila dilandasi kesabaran dan perasaan sayang anak maka insya Allah bisa dilewati. Karena hal ini sudah dipraktekkan ayah penulis, sejak penulis duduk di bangku SMP, dan sampai sekarang alhamdulillah ayah tidak pernah lagi menyentuh barang mematikan ini.
Keterlambatan selalu punya dampak serius. Tapi mengapa keterlambatan selalu jadi bagian keseharian kita. Kita terlambat menyadari bahaya rokok ini. Atau kita terlambat menentukan prioritas masa depan anak dan mendahulukan egoisme demi asap rokok. Namun, menurut Eri Sudewo dalam bukunya “Best Practice Character Building Menuju Indonesia Lebih Baik” halaman 147, mengatakan, tidak ada kata terlambat bagi yang mau berbenah. Tidak ada paksaan untuk perbaiki diri. Dan, tidak satu manusia pun yang bisa mengubah orang lain. Semua kembali pada masing-masing.
Maka sebagai orang tua harus memilih, apakah lebih mengutamakan egoisme kita menjadi teladan dan mewariskan kebiasaan merokok pada anak-anak kita atau menyiapkan anak-anak kita, remaja kita lebih berprestasi tanpa rokok dan narkoba.
Karena anak-anak kita, remaja kita adalah aset negara dan pemimpin di masa depan. Remaja sangat diperlukan oleh masyarakat dan negara karena golongan ini merupakan pilar pembangunan negara. Remaja juga merupakan golongan yang paling berharga serta harta yang tidak ternilai. Pada mereka jugalah terletak masa depan negara. Ada pepatah mengatakan “Rusak remaja, pincanglah negara”. Tentu kita tidak mau hal ini terjadi.
Semoga, pencantuman gambar bahaya merokok ini bisa menyadarkan para perokok aktif dan menjadi media efektif untuk mengurangi angka konsumsi rokok di Indonesia, sebuah produk yang menewaskan 239 ribu warga Indonesia per tahun. Wallahu a’lam.
Sucipto, SE.

Tentang Sucipto, SE.

Alumni Universitas Muhammadiyah Tangerang. Tinggal di Serpong Utara Kota Tangsel. Selengkapnya.

Minggu, 10 Maret 2013


dakwatuna.com - Makna dakwah ialah menyeru kepada Allah SWT dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Hingga pada akhirnya mengingkari thagut dan beriman kepada Allah SWT dan mengeluarkannya dari kegelapan kejahiliyahan menuju terangnya Islam. Sungguh sangat dahsyat. Sebuah pekerjaan mulia karena ia adalah tugasnya para Nabi, Rasul dan umat terdahulu yang saat ini kitalah yang wajib untuk melanjutkan estafet perjuangan mereka. Karena kita adalah da’i sebelum menjadi apa-apa, nahnu du’at qobla kulli syai’in.
Medan dakwah adalah sarana melakukan perbaikan. Para penyeru dakwah adalah orang-orang yang juga melakukan perbaikan pada diri mereka. Memperbaiki dan melakukan perbaikan. Medan dakwah adalah “kampus” bagi setiap manusia. Tempat belajar dan menimba banyak ilmu pengetahuan. Karena Allah SWT melalui perantara-Nya Muhammad SAW dan para Rasul terdahulu melakukan sebuah proses tarbiyah (pendidikan) untuk mentransformasi umat dari kejahiliyahan menuju Islam. Jadi dapat dikatakan dakwah adalah sebuah proses pembelajaran bagi orang-orang yang jahil (bodoh) agar mereka menjadi orang-orang yang cerdas dengan diterangi cahaya Islam. Hingga kita dapat menarik satu kesimpulan yang sama bahwa dalam kehidupan ini kita butuh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu insya Allah akan kita dapatkan di “universitas dakwah”.
Jika di universitas ada mahasiswa, maka kita semua adalah mahasiswa yang haus akan ilmu pengetahuan. Bedanya kalau di universitas ini biaya kuliahnya adalah keikhlasan, kesungguhan, perjuangan dan keistiqamahan. Kita selaku mahasiswa dituntut untuk membayar uang kuliah setiap saat, setiap waktu di setiap tahapan. Ikhlas dalam melaluinya, sungguh-sungguh dalam menjalankannya, berjuang untuk menegakkannya, serta istiqamah walau berat tantangan yang akan dihadapi. Namun insya Allah yang akan didapatkan bukan hanya ilmu dan pemahaman, melainkan keberkahan, rahmat, kasih sayang, pahala, bahkan surga. Allahu Akbar!!!
Jika di universitas ada dosen, maka di universitas dakwah juga ada seorang murabbi (guru). Yang membawakan kita cahaya di tengah kegelapan. Yang membawakan embun penyejuk dalam kehausan. Ia sebagai perantara antara umat dan hidayah Allah SWT. Mengajarkan, membimbing, memantau bahkan menjaga. Terkadang ia seperti saudara kita. Atau terkadang ia seperti orang tua kita, seperti guru spiritual kita (syaikh) dan juga tentunya seperti seorang guru kita (ustadz). Kita pun sebenarnya adalah seorang pendidik (murabbi). Karena mendidik adalah tugas orang yang terdidik. Pada saatnya kita pun dituntut agar menjadi seorang dosen. Dosen di universitas dakwah. Allahu Akbar!!!
Jika di universitas ada jajaran birokrasi yang mengelola dan mengatur jalannya proses belajar-mengajar, maka di universitas dakwah juga di kenal dengan sebutan qiyadah (pemimpin) yang dipilih melalui musyawarah untuk menjadi nahkoda di atas bahtera dakwah ini. Setiap bagian dari universitas ada yang mengatur dan mengelola untuk membantu tugas sang qiyadah. Orang-orang yang ada pada jajaran birokrasi adalah orang yang telah lama kuliah, banyak pengalaman, paham akan seluk beluk kampus dan memiliki kapabilitas untuk membawa universitas ini menebarkan kebaikan dan rahmat kepada seluruh alam. Kita para mahasiswa dan dosen harus tsiqah (percaya) kepada mereka, agak cita-cita bersama mudah untuk diraih, insya Allah. Allahu Akbar!!!
Dan akhirnya masa kelulusan pun tiba setelah beberapa tahun lamanya menimba ilmu di universitas dakwah. Walaupun ada juga kisah tentang mahasiswa yang keluar dari universitas sebelum masa kelulusan tiba. Mereka adalah orang yang tidak siap. Tidak siap dalam menghadapi beratnya tantangan yang dilewati dan akhirnya memilih untuk tidak kuliah lagi di universitas dakwah, na’udzubillah. Semoga kita bukan golongan mereka, aamiin. Bagi kita yang tetap bertahan, insya Allah kita lulus. Tidak ada yang tidak lulus. Masa kelulusan itu adalah kematian kita. Itulah kelulusan yang menyenangkan (khusnul khatimah). Kita mengakhiri masa aktif di universitas dakwah, dengan gelar almarhum / almarhumah. Ijazah kita akan dibagikan di akhirat sebagai syarat untuk masuk ke dalam surga-Nya. Kita semua berharap ingin mendapatkan nilai yang baik, yang terbaik dari yang baik-baik. Itulah kebanggaan kita semua setelah berhasil menyerahkan syarat kepada sang pencipta dengan nilai yang memuaskan akhirnya kita dapat melihat wajah-Nya dan reuni. Reuni dengan saudara seperjuangan di universitas dakwah. Wallahu’alam bi ash-showwab

Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net