Biografi tokoh pendidikan Islam di Indonesia
Adapun tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia antara lain :
Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869-1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama
kecilnya Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman,
khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah
putri Haji Ibrahim, seorang penghulu Setelah beliau menamatkan
pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan
Tafsir di Yogyakarta beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau
menuntut ilmu disana selama satu tahun. Salah seorang gurunya Syekh
Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi kembali ke Makkah
dan kemudian menetap di sana selama dua tahun
Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada
jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada
kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya.
Observation lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan tentang ilmu
hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya kelauar pulau
jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa
pada waktu itu banyak dikunjungi.
Cita-cita K.H Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah tegas, beliau
hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama
Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama, keyakinan beliau ialah
bahwa untuk membangun masyarakat bangsa harus terlebih dahulu dibangun
semangat bangsa. K.H Ahmad Dahlan pulang ke Rahmatullah pada Tahun 1923 M
Tanggal 23 Pebruari dalam usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah
organisasi Islam yang cukup besar dan di segani karena ketegaranya.
K.H Hasim Asy’ari (1971-1947)
K.H Hasim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di
Jombang Jawa Timur mula-mula beliau belajar agama Islam pada ayahnya
sendiri K.H Asy’ari kemudian beliau belajar di pondok pesantren di
Purbolinggo, kemudian pindah lagi ke Plangitan Semarang Madura dan
lain-lain.
Sewaktu beliau belajar di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891,
K.H Ya’kub yang mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan
sopan santunya yang harus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu,
dan akhirnyabeliau dinikahkan dengan putri kiyainya itu yang bernama
Khadijah (Tahun 1892). Tidak lama kemudian beliau pergi ke Makkah
bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama
setahun, sedang istrinya meninggal di sana.
Pada kunjunganya yang kedua ke Makkah beliau bermukim selama delapan
tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Sepulang dari
Makkah beliau membuka pesantren Tebuiring di Jombang (pada tanggal 26
Rabiul’awal tahun 1899 M)
Jasa K.H Hasim Asya’ari selain dari pada mengembangkan ilmu di pesantren
Tebuireng ialah keikutsertaanya mendirikan organisasi Nahdatul Ulama,
bahkan beliau sebagai Syekul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di
Indonesia.
Sebagai ulama beliau hidup dengan tidak mengharapkan sedekah dan belas
kasihan orang. Tetapi beliu mempunyai sandaran hidup sendiri yaitu
beberapa bidang sawah, hasil peninggalanya. Beliau seorang salih sungguh
beribadah, taat dan rendah hati. Beliau tidak ingin pangkat dan
jabatan, baik di zaman Belanda atau di zaman Jepang kerap kali beliau
deberi pangkat dan jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.
Banyak alumni Tebuiring yang bertebarang di seluruh Indonesia, menjadi
Kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantra mereka yang
memegang peranan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, seperti
mentri agama dan lain-lain (K.H A. Wahid Hasyim, dan K.H Ilyas).
K.H Asy’ari wafat kerahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan
meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren
Tebuiring yang tertua dan terbesar untuk kawasan jawa timur dan yang
telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah
lain walaupun dengan menggunakan nama lain bagi pesantren-pesantren yang
mereka dirikan.
K.H Abdul Halim (1887-1962)
K.H Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada tahun 1887. beliau
adlah pelopor gerakan pembeharuan di daerah Majalengka Jawa Barat yang
kemudian berkembang menjadi Perserikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911.
yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5
April 1952 M. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat
beragama (ayahnya adalah seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan
famili-familinya tetap mempunyai hubungan yang erat secara keluarga
dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.
K.H Abdul Halim memperoleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak dengan
belajra diberbagai pesantren di daerah Majalengka sampai pada umur 22
Tahun. Ketika beliau pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk
melanjutkan pelajaranya.
Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan pemikiranya
dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa beliau tidak
pernah mengecam golongan tradisi ataupun organisasi lain yang tidak
sepaham dengan beliau, tablignya lebih banyak merupakan anjuran untuk
menegakan etika di dalam masyarakat dan bukan merupak kritik tentang
pemikiran ataupun pendapat orang lain.
Pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang kerahmatullah di
Majalengka Nawa Barat dalam usia 75 Tahun dan dalam keadaan tetap teguh
berpegang pada majhab Safi’i.