RIHLAH

Rihlah diadakan di candi gedungsongo semarang

MUSYAWARAH AKBAR UKKI

Pemilihan MSO dan Ketua UKKI periode 2015/2016

GRAND OPENING

pemenangng lomba TTS dan Pembukaan dan pengenalan Unit Kegiatan Mahasiswa UKKI ke Mahasiswa Baru angkatan 2016/2017

IYT 1

Islamic Youth Traning 1 merupakan pelatihan kepemudaan didasari agama ISLAM yang di adakan di Ponpes Saubari Bening Hati Meteseh Semarang

STADIUM GENERAL

Pembukaan serta Kuliah Duha Pertama untuk Mahasiswa Baru angkatan 2015/2016

Sabtu, 25 Februari 2012

Makanan 4 Sehat 5 Sempurna


Makanan 4 Sehat 5 Sempurna:
1. Makanan Pokok.
2. Lauk-Pauk.
3. Sayur-Mayur.
4. Buah.
5. Susu.

Benarkah?
Lantas, kenapa banyak orang2 yang miskin dan pola makannya sangat sederhana, tidak sesuai dengan 4 sehat 5 sempurna, namun tubuh mereka kuat2 dan sehat?
Rupanya istilah 4 Sehat 5 Sempurna sendiri masih diperselisihkan oleh para ahli kedokteran sendiri, ada yang pro dan ada yang kontra terhadap istilah tersebut.

Lantas bagaimana pandangan ulama Islam terhadap makanan yang sehat?

Imam Ahmad mengatakan, “Jika dalam satu makanan terkumpul 4 (empat) hal, maka makanan tersebut adalah makanan yang sempurna. Empat hal tersebut adalah menyebut nama Allah saat mulai makan, memuji Allah di akhir makan, banyaknya orang yang turut makan dan berasal dari sumber yang halal."

Kesimpulannya adalah, 
Makanan 4 sehat 5 sempurna yaitu:

1. Membaca "Bismillah" ketika mulai makan.
2. Memuji Allah di akhir makan.
3. Banyaknya orang yang turut makan.
4. Berasal dari sumber yang halal.
dan yang ke 5. Ittiba (mengikuti Sunnah Nabi).

Ingat, kesehatan jiwa lebih diutamakan dari kesehatan fisik.
Wallahu a'lam.

Jumat, 24 Februari 2012

Syuro ( rapat ) Efektif ..^^

 

Saya jenuh dengan kondisi rapat di kampus saya, tidak tepat waktu, bertele-tele, dan tidak jelas. Bagaimana caranya agar rapat yang dilakukan dapat efektif ?
Rapat merupakan sebuah bentuk focus groups discussion yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam sebuah komunitas untuk membahas suatu kondisi atau masalah. Pada konteks lembaga dakwah mahasiswa, rapat seringkali menjadi momok yang melekat pada diri seorang kader. Istilah ahli syuro atau manusia syuro melekat pada beberapa orang yang gemar melakukan rapat. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah rapat yang kita lakukan sudah efektif untuk menghasilkan sebuah keputusan.
Pada kenyataannya saya sering melihat bahwa rapat yang dilakukan sangat jauh di nilai efektifitas yang disampaikan Allah pada surat Al Ashr. Problematika kecil seperti rapat tidak dimulai dan diakhiri tepat waktu, agenda yang tidak jelas, pembahasan berkepanjangan, ketidaktercapaian tujuan rapat, atau bahkan alokasi waktu rapat yang kurang tepat. Sebagai seorang kader dakwah seharusnya kita bisa mencontohkan bagaimana rapat yang efesien dan efektif.
Tentu kita ingin menjalani rapat yang cepat dan menghasilkan keputusan yang tepat. untuk sebuah keinginan ini, perlu ada beberapa pra-syarat yang dimiliki oleh para anggota tim sebelum melakukan rapat, yakni :
1.       Adanya penghormatan terhadap waktu. penghormatan terhadap waktu ini bertujuan agar kita dapat lebih bisa mengatur budaya waktu yang mungkin sudah terlalu rusak di Indonesia. akan tetapi seorang yang bisa memberikan dedikasinya terhadap waktu adalah seorang yang sangat menghargai dirinya. lebih dari itu, bentuk kita menghormati waktu adalah bagian dari kita menghormati orang lain. kita perlu sadari bahwa setiap orang mempunyai aktifitas lain. sehingga bagi bangsa yang berbudaya, manajemen waktu yang baik adalah sebuah pra syarat.
2.       Fokus pada apa yang dikerjakan, rapat seringkali menjadi tidak efektif karena peserta rapat tidak fokus penuh pada pembahasan yang dilakukan. Ketidakfokusan ini membuat ide ide tidak mengalir dan pembahasa terhambat. Bahkan terkadang pemimpin rapat terkesan berbicara sendiri, karena para peserta rapat hanya mencatat atau mengerjakan yang lain.
3.       Mempersiapkan bahan rapat dengan baik. Pembahasan rapat yang baik perlu di dukung oleh data data yang terkini dan bisa dipertanggungjawabkan. Seorang peserta rapat diharapkan dapat menyiapkan bahan rapat atau usulan yang ada untuk membuat pembahasan lebih komprehensif dan efesien. Ketidaklengkapan data pendukung dalam sebuah rapat membuat rapat jadi berbasis dugaan bukan pada kondisi nyata di lapangan.
Ketiga poin diatas adalah pra-syarat yang dibutuhkan bagi kita anggota rapat agar dapat membentuk rapat yang baik. Selanjutnya, bagaimana tips untuk membangun rapat yang “hidup” dan efektif. Seperti yang telah kita pahami bersama bahwa rapat adalah media penting dalam penyusunan strategi organisasi. Efektifnya rapat juga akan mencerminkan seberapa efektif kita dalam menjalankan tugas di lapangan.
a.        Pemberitahuan rapat sejak awal. Pada kondisi tidak mendadak, biasanya rapat sudah terencana sebelumnya. Ada baiknya bila pemimpin rapat memberitahu sejak dini kapan rapat akan diadakan dan dimana tempatnya. Pemberitahuan ini diharapkan dapat memberikan waktu untuk berpikir para anggota rapat terkait ide yang bisa diberikan di rapat, serta mengalokasikan waktunya untuk hadir dan berpikir di rapat ini, sehingga peserta rapat dapat lengkap.

b.       Waktu pasti rapat. Dalam kondisi sesama kader yang sibuk, kita perlu sekiranya mematok waktu rapat secara tegas, sebutlah untuk lima pembahasan kita memerlukan waktu 60 menit, maka saat memberi info jadwal rapat, kita akan memberitahu waktu yang dialokasikan adalah satu jam saja. Dengan adanya waktu yang tepat, akan membangun budaya menghargai waktu diantara peserta rapat.


c.        Pemberitahuan agenda pembahasan. Agar pembahasan yang dilakukan dapat menghasilkan keputusan yang tepat, maka sebaiknya agenda apat diberitahukan bersamaan dengan pemberitahuan jadwal rapat. Agenda rapat tidak sekedar pembahasan umum seperti “rapat panitia ramadhan, atau rapat departemen media”, akan tetapi dengan pemberitahuan spesifik seperti “agenda rapat : sinkronisasi timeline antardepartemen, distribusi dan alokasi dana untuk 3 bulan kedepan, atau penentuan penerima beasiswa organisasi. Ini merupakan contoh yang bisa digunakan, sehingga peserta rapat akan berpikir untuk mengeluarkan idenya sebelum rapat, hal ini membuat pembahasan menjadi cepat dan efektif.


d.       Memulai rapat tepat waktu. Terkadang sebagai pemimpin rapat kita segan memulai rapat ketika anggota masih sedikit, disini perlu adanya leader will  untuk mengubah kebiasaan yang ada, dengan memulai rapat tepat waktu berapa pun anggota yang telah ada. Dengan adanya kebisaan ini , lambat laun akan adanya willingness dari peserta rapat untuk selalu datang rapat tepat waktu. 

e.       Memanfaatkan media rapat secara efektif. Media rapat penunjang minimal adalah papan tulis dan spidol yang memungkinkan peserta rapat mengikuti pembahasan secara tepat. Jika memungkinkan penggunaan media pendukung seperti laptop dan infokus untuk memudahkan penampilan data pendukung untuk bahan penunjang rapat. Bentuk media pada dasarnya bisa apa saja yang terpenting dapat memenuhi kebutuhan.

f.         Hanya satu notulensi saja. Pada sebuah rapat ada baiknya hanya satu orang saja yang ditugaskan sebagai pencatat, agar peserta lain dapat fokus pada pembahasan. Jika memungkinkan, rapat direkam saja dalam MP3, sehingga tidak ada satupun peserta rapat yang tidak fokus. Penggunaan perangkat penunjang seperti laptop bisa digunakan agar setelah rapat selesai seluruh peserta rapat meng-copy ­–data hasil notulensi rapat.
 
g.        Dinamisasi rapat. Seorang pemimpin rapat diharapkan dapat mendinamisasi rapat dengan memberikan kesempatan –jika perlu dipancing- peserta rapat agar bisa mengungkapkan pemikirannya. Secara umum pola pembahasan bisa seperti  berikut :
                                                          i.      Penyampaian masalah/agenda pembahasan
                                                          ii.     Pemaparan singkat data pendukung
                                                          iii.    Brainstorming analisis
                                                          iv.     Brainstorming solusi
                                                          v.      Memilih alternatif solusi
                                                          vi.     Kesimpulan

h.       Ketegasan dari pemimpin rapat. Pada dasarnya tidak ada keputusan yang terbaik, akan tetapi yakinlah bahwa keputusan yang diambil melalui sebuah musyawarah adalah hasil yang dinilai Allah sebagai sebuah kebaikan, manusia ditugaskan untuk berpikir dan bertindak, sedangkan Allah menentukan hasilnya. Sebagai seorang pemimpin rapat diperlukan adanya ketegasan dan kebijakan untuk menentukan sebuah keputusan, ketegasan ini juga akan berdampak secara psikologis terhadap jalannya sebuah keputusan di lapangan pasca-rapat.

i.         Kesimpulan dan pembagian tugas. Setelah semua pembahasan selesai, seorang pemimpin rapat atau notulen diharapkan mengulang semua hasil pembahasan dan pembagian tugas yang perlu dilakukan setelah rapat ini. Dengan adanya penjelasan ulang dan jobdesk yang jelas, aplikasi dari rapat dapat berjalan dengan baik.
j.         Serba aneka pendukung. Sebagai sebuah organisasi dakwah maka tentu ada faktor non-teknis yang diperlukan untuk mendukung rapat yang dilakukan. Dalam sebuah agenda dakwah maka keberkahan dari Allah adalah orientasi kita, dan selalu terisinya nilai samawi dalam diri menjadi sebuah kekuatan tersendiri bagi kita dalam menjalankan aktifitas dakwah. Untuk satu hal ini saya akan memberi porsi khusus, yakni :
                                   - Adanya ketentuan untuk melakukan beberapa aktifitas ibadah pendukung sebelum rapat, seperti himbauan untuk tilawah beberapa halam sebelum rapat, atau kewajiban untuk Qiyamulail sebelum rapat.
                                    - Rapat diisi oleh tausiyah singkat ( tidak lebih dari 15 % alokasi waktu rapat-untuk efektifitas ) yang diharapkan dapat menjadi motivasi dan pengisi ruhiyah peserta rapat.
                                    - Rapat dimulai dengan tilawah atau tasmi untuk memberikan penyegaran diri di awal rapat, dan rapat diakhir dengan do’a agar apa yang telah dibahas dan yang akan dilaksanakan mendapat kemudahan dari Allah

*Diambil dari buku Problematika Dakwah Kampus karya Ridwansyah Yusuf Achmad

Kamis, 23 Februari 2012

Pohon di Kuburan Meringankan Siksa?


Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan.

 Lalu beliau bersabda:
 إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ،أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ
“Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah (mengadu domba).”

Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah. Beliau membelahnya menjadi dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, “Wahai, Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
 لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
 “Semoga keduanya diringankan siksaannya, selama kedua pelepah ini belum kering.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 216 dan Muslim, no. 292)
Dalam redaksi lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ، وَإِنَّهُ لَكَبِيرٌ
 “Mereka berdua tidak disiksa karena perkara besar (dalam pandangan keduanya), namun sesungguhnya itu adalah perkara besar.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6055).
Berkaitan dengan lafadz ini, An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama telah menyebutkan dua tafsiran dalam hadits ini. Makna pertama. Itu bukanlah perkara besar dalam pandangan mereka berdua. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala :
 وَتَحْسَبُوْنَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ (15)
 “Dan kamu menganggapnya suatu perkara yang ringan saja, padahal hal itu pada sisi Allah adalah perkara yang besar.” (QS. An-Nuur: 15)
Makna kedua. Meninggalkan kedua perkara ini bukanlah sesuatu yang besar (susah). Dengan kata lain, kedua perkara ini adalah perkara yang mudah dan ringan untuk ditinggalkan. (Syarah Shohiih Muslim, 3/201).

Tidak Menjaga Diri Dari Kencing Adalah Dosa Besar
Salah satu penghuni kubur itu disiksa karena semasa hidupnya tidak menjaga diri dari kencing, yakni tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri, tidak istinja’ atau bersuci setelah kencing sehingga tubuhnya terkena najis. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud tidak menjaga diri dari kencing adalah tidak menutupi diri ketika kencing. Semua pendapat ini saling melengkapi dan tidak saling bertentangan.
Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa tidak menjaga diri dari kencing merupakan dosa besar, karena pelakunya diancam dengan siksa di Akherat.
Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah menjelaskan bahwa pendapat yang paling kuat tentang pengertian dosa besar adalah segala perbuatan yang pelakunya diancam dengan api Neraka, laknat atau murka Allah di Akherat atau perbuatan yang mendapatkan hukuman had di dunia. Sebagian ulama menambahkan bahwa termasuk dosa besar adalah suatu perbuatan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meniadakan iman bagi pelakunya, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam: “Tidak beriman salah seorang dari kalian yang…” atau Nabi bersabda: “Bukan golongan kami orang yang…” atau Nabi berlepas diri dari pelakunya.” (Disarikan dari Ajwibah Mufidah an Masa-il Adidah, karya Syaikh Abdul Aziz ar Rajihi, hal. 1-4)

Haramnya Namimah (Adu Domba)
Namimah (adu domba) yaitu mengutip ucapan seseorang dan menceritakan perkataan tersebut kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan.
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan
 النَّمِيْمَةُ نَقْلُ كَلاَمِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ إِلَى بَعْضٍ عَلَى جِهَةِ الإِفْسَادِ بَيْنهُمْ
 “(Yang dimaksud dengan) namimah yaitu menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka.” (Syarh Nawawi untuk Shohiih Muslim, 1/214, Syamilah).

Namimah hukumnya haram, berdasarkan firman Allah Ta’ala :
 وَلاَ تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَهِيْنٍ (10) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيْمٍ (11) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ (12)
 “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.” (QS. Al-Qalam: 10-12).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
 “Tidak akan masuk Surga orang yang suka mengadu domba.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 105)

Syafa’at dan Do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Para ulama menjelaskan bahwa sebab diringankannya adzab bagi kedua penghuni kubur itu adalah syafa’at dan do’a dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun pelepah basah yang ditancapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas kedua kuburan itu hanyalah sebagai penanda batas waktu diterimanya syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kedua penghuni kubur itu agar adzab keduanya diringankan. Inilah pemahaman yang benar.
Imam Muslim rahimahullah menyebutkan di akhir kitab Shohiih-nya, sebuah hadits yang panjang dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu tentang dua penghuni kubur yang disiksa, bahwasanya shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 إِنِّي مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ، فَأَحْبَبْتُ بِشَفَاعَتِيْ أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ
 “Sesungguhnya aku melewati dua kuburan yang sedang disiksa. Maka dengan syafa’atku, aku ingin agar adzabnya diringankan dari keduanya selama kedua pelepah itu masih basah.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 3012).

Jadi, penyebab diringankannya adzab bukanlah adanya pelebah basah, akan tetapi karena syafa’at dan do’a dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini merupakan kekhususan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang mengatakan bahwa hal itu merupakan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pendapat yang benar. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menanamkan pelepah, kecuali di atas kuburan yang beliau ketahui penghuninya sedang disiksa. Dan beliau tidak melakukan hal itu kepada semua kuburan. Seandainya perbuatan itu Sunnah, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melakukannya kepada semua kuburan. Hal itu merupakan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dikarenakan para Khulafa’ur Rasyidin dan tokoh besar sahabat tidak pernah melakukan hal itu. Kalau, seandainya itu diperintahkan, tentu mereka akan segera melakukannya. (Ceramah syaikh Ibnu Bazz ketika menjelaskan kitab Fathul Bari, 3/223).

Pemahaman Keliru Tentang Hadits Ini
Kaum muslimin rahimakumullah, ada sebagian muslim yang keliru dalam memahami hadits ini. Sebagian mereka mengatakan bahwa dianjurkan menanam pohon kurma atau pepohonan yang lain di atas kuburan. Mereka mengatakan bahwa penyebab diringankan adzab kedua penghuni kubur itu ialah karena kedua pelepah yang masih basah itu senantiasa bertasbih kepada Allah Ta’ala. Adapun pelepah yang sudah kering, maka tidak lagi bertasbih. Oleh karena itulah, mereka menanam pohon di atas kuburan  agar adzab penghuni kubur terus diringankan.

Pendapat seperti ini bertentangan dengan Firman Allah Ta’ala:
 وَإِنْ مِّنْ شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لاَّ تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْ (44)
 “Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al Isra’: 44).

Sesungguhnya pelepah yang kering pun senantiasa bertasbih kepada Allah Ta’ala. Demikian pula debu, kerikil dan bebatuan di dalam tanah senantiasa bertasbih kepada-Nya. Seandainya penyebab diringankan adzab adalah tasbih, tentu tidak ada seorangpun yang mendapatkan siksa di dalam kuburnya, karena debu dan bebatuan yang berada di atas mayit juga bertasbih kepada Allah Ta’ala.
Maka, apakah pohon di kuburan dapat meringankan adzab? Tentu saja tidak. Seandainya pepohonan di atas kuburan dapat meringankan adzab, tentu orang yang paling ringan adzabnya adalah orang-orang kafir, karena kuburan mereka laksana taman yang besar disebabkan begitu banyaknya tanaman dan pepohonan yang mereka tanam di atas kuburan mereka.

by Muhaimin Azhuri
Artikel Muslim.Or.Id

Kamis, 02 Februari 2012

Membantu Palestina Di Shaf Kedua dan Seterusnya

"Kitab suci kamu, doa kamu, bahasa Nabi Muhammad kamu semua dalam bahasa Arab. Apakah kamu tidak merasa dijajah oleh kebudayaan Arab lewat agamamu?" tanya wartawan wanita Australia itu kepada saya, sambil kami menyantap kambing oven dan nasi kebuli, di sebuah hotel di kawasan Arab Surabaya, Ampel.

Pertanyaan itu bukan untuk mencari hidayah, jadi sebaiknya jawabannya juga tidak usah terlalu serius. Saya bilang, "sejak 200 tahun yang lalu orang-orang Aborigin dipaksa berbahasa Inggris, berpakaian cara Inggris, bergaul dengan cara Inggris, makan makanan ala Inggris, berketurunan dengan cara Inggris, apakah kamu nggak merasa menjajah orang Aborigin?"

Senyumnya kecut. Obrolan berganti topik.
Kelirulah orang yang mengira bahwa membantu Palestina, peduli pada Palestina, dan membela hak-hak rakyat Palestina merupakan bagian dari ke-Arab-an Islam. Ini adalah efek aqidah. Salah satu konsekuensi beriman kepada kekuasaan Allah yang absolut ialah membela saudara sesama aqidah saat mereka dizholimi.

Bukan cuma rakyat Palestina, rakyat Muslimin lain yang sedang dizalimi juga wajib dibela. Bahkan, bukan cuma kaum Muslimin, semua rakyat yang sedang dizalimi oleh penguasa yang tidak beriman kepada Allah, wajib dibela dan dimerdekakan oleh kaum Muslimin.

Dimerdekakannya dengan Tauhid yang membebaskan diri manusia dari dominasi manusia, kekuasaan, atau harta benda, menjadi hanya menghamba kepada Penguasa Asli, Allah.

Inilah Sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam sesudah Perang Tabuk. Jihadnya bukan lagi membela diri dan mempertahankan Madinah semata-mata namun secara proaktif mengajak orang memeluk Islam. Kalau penguasa di suatu kawasan menolak dan memaksa tetap pada aqidahnya yang keliru dan tetap berkuasa dengan aqidah yang keliru itu, maka penguasa itu didakwahi terus sampai rakyatnya merdeka atau bebas memilih menjadi Muslim atau menolak (tidak dipaksa).

Negeri Syam dibebaskan dari Kaisar Romawi dan rakyatnya diserukan untuk memeluk Islam. Begitu juga Yaman, Persia, India, Mesir, Afrika Utara terus meluas ke seluruh bumi.

Ada yang dibebaskan dan diajak memeluk Islam dengan politik dan senjata, ada yang hanya dengan kata-kata, perdagangan, dan pernikahan sudah cukup membuka jalan hidayah. Indonesia termasuk bangsa berhati lembut yang menerima Islam tanpa kekerasan.

"Historical Facts and Fiction" buku terbaru Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, cendekiawan Malaysia kelahiran Bogor, mengoreksi pandangan yang sudah berabad-abad dipercaya banyak orang, bahwa Islam sampai ke nusantara pada abad ke-13 Masehi. Keliru. Bahkan pendapat paling optimis seperti yang diungkap almarhum Buya Hamba yaitu abad ke-7 pun masih dikoreksi.

Fakta-fakta sejarah yang dikaji Al-Attas menunjukkan dugaan kuat Islam tiba di Sumatera dibawa oleh para Sahabat yang diutus langsung oleh Rasulullah SAW.

Hubungannya dengan masalah Palestina?
Diantara tabiat Islam yang paling penting ialah menyatukan dan menyetarakan manusia di hadapan Allah. Apapun perbedaannya nggak masalah, yang penting dalam urusan ketaatan kepada Allah bangsa manusia manapun diajak (sekali lagi: diajak) bersatu. Satu aqidah, satu syariah, satu Rasulullah SAW, satu kitabullah, satu hati, satu tubuh, meskipun kebiasaan hidup, bahasa, dan warna kulit berbeda. Tidak masalah.

Termasuk dalam urusan Palestina, Indonesia satu tubuh dengan Palestina. Indonesai dijajah, Palestina marah dan membantu. Palestina dijajah, Indonesia marah dan membela. Kadar kemarahan dan pembelaan tergangung kadar iman dan ilmu. Ketika dakwah semakin meningkatkan iman dan ilmu orang Indonesia, maka semakin besarlah kemarahan dan pembelaan mereka terhadap saudara-saudaranya yang sedang dijajah dan dizalimi.

Apalagi di Palestina ada Masjidil Aqsha. Bukan masjid sembarang masjid. Masjid yang merupakan bagian penting dari aqidah Islam. Disebut Allah dalam Al-Quran. Dijihadkan pembebasannya oleh Rasulullah SAW dan khalifahnya Abu Bakar. Dituntaskan oleh Umar. Dikokohkan jihad Al-Aqsha itu oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.

Karena Palestina -khususnya Masjidil Aqsha- bagian dari iman seorang Muslim (juz' min 'aqidatunaa), maka cara membantu dan membelanya juga dengan cara yang disunnahkan baik oleh Rasulullah SAW, oleh Sahabat, maupun mereka yang kemudian mengikuti jejak langkahnya. Jihad dengan do'a, jihad dengan informasi, jihad dengna harta, jihad dengan bantuan kemanusiaan, dan jihad dengan nyawa.

Membantu Palestina tanpa niatan jihad fii sabilillah bisa dilakukan dan mungkin berhasil. Uskup Illariona Cappuci, Ken O'Keefe, dan Sarah Colborne membantu Gaza dengan menyabung nyawa naik kapal Mavi Marmara tahun lalu. Perjuangan mereka selama bertahun-tahun membela Palestina lebih hebat dari kebanyakan Muslim Indonesia. Ribuan rakyat Palestina telah merasakan manfaat bantuan mereka. Kita doakan Allah memberi mereka hidayah dan memasukkannya ke dalam Islam karena kebaikan-kebaikannya.

Namun, harus secara jujur dikatakan di sini, tentu nilai amal mereka di hadapan Allah berbeda dengan mereka yang membantu Palestina dan Masjidil Aqsha dengan niatan fii sabilillah, karena aqidah.

Di shaf pertama perjuangan membantu Palestina dan Masjidil Aqsha ada para ulama dan mujahidin. Kita di shaf kedua mengerahkan apa yang kita bisa, MER-C mendirikan Rumah Sakit Indonesia. Dompet Dhuafa mendirikan pabrik roti (makanan pokok rakyat). ACT menyelenggarakan sahur dan buka puasa bersama bagi ratusan orang. KISPA membantu madrasah-madrasah tahfizh al-Quran. KNRP mengirimkan mujahidahnya almarhumah Yoyoh Yusroh. Lebih banyak lagi yang tak mampu disebutkan disini, dengan amal shalih yang semuanya luar biasa (terima kasih yang tak terhingga kepada almarhum Pak Natsir dari Dewan Dakwah dan Pak Lukman Harun dari Muhammadiyah, yang selalu jadi inspirasi sejak tahun '60-an).

Di shaf terdepan ada para ulama dan mujahidin. Di belakangnya ada kita, bersama saudara-saudara Muslimin dari seluruh penjuru dunia. Mudah-mudahan kita bersama terus sampai akhir salam. (Suara Hidayatullah). 

Oleh: Dzikrullah Wisnu Pramudya
(Pendiri Sahabat Al-Aqsha, jaringan silaturrahim keluarga Indonesia-Palestina)

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net