"Kitab suci kamu, doa kamu, bahasa Nabi Muhammad kamu semua dalam bahasa Arab. Apakah kamu tidak merasa dijajah oleh kebudayaan Arab lewat agamamu?" tanya wartawan wanita Australia itu kepada saya, sambil kami menyantap kambing oven dan nasi kebuli, di sebuah hotel di kawasan Arab Surabaya, Ampel.
Pertanyaan itu bukan untuk mencari hidayah, jadi sebaiknya jawabannya juga tidak usah terlalu serius. Saya bilang, "sejak 200 tahun yang lalu orang-orang Aborigin dipaksa berbahasa Inggris, berpakaian cara Inggris, bergaul dengan cara Inggris, makan makanan ala Inggris, berketurunan dengan cara Inggris, apakah kamu nggak merasa menjajah orang Aborigin?"
Senyumnya kecut. Obrolan berganti topik.
Kelirulah orang yang mengira bahwa membantu Palestina, peduli pada Palestina, dan membela hak-hak rakyat Palestina merupakan bagian dari ke-Arab-an Islam. Ini adalah efek aqidah. Salah satu konsekuensi beriman kepada kekuasaan Allah yang absolut ialah membela saudara sesama aqidah saat mereka dizholimi.
Bukan cuma rakyat Palestina, rakyat Muslimin lain yang sedang dizalimi juga wajib dibela. Bahkan, bukan cuma kaum Muslimin, semua rakyat yang sedang dizalimi oleh penguasa yang tidak beriman kepada Allah, wajib dibela dan dimerdekakan oleh kaum Muslimin.
Dimerdekakannya dengan Tauhid yang membebaskan diri manusia dari dominasi manusia, kekuasaan, atau harta benda, menjadi hanya menghamba kepada Penguasa Asli, Allah.
Inilah Sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam sesudah Perang Tabuk. Jihadnya bukan lagi membela diri dan mempertahankan Madinah semata-mata namun secara proaktif mengajak orang memeluk Islam. Kalau penguasa di suatu kawasan menolak dan memaksa tetap pada aqidahnya yang keliru dan tetap berkuasa dengan aqidah yang keliru itu, maka penguasa itu didakwahi terus sampai rakyatnya merdeka atau bebas memilih menjadi Muslim atau menolak (tidak dipaksa).
Negeri Syam dibebaskan dari Kaisar Romawi dan rakyatnya diserukan untuk memeluk Islam. Begitu juga Yaman, Persia, India, Mesir, Afrika Utara terus meluas ke seluruh bumi.
Ada yang dibebaskan dan diajak memeluk Islam dengan politik dan senjata, ada yang hanya dengan kata-kata, perdagangan, dan pernikahan sudah cukup membuka jalan hidayah. Indonesia termasuk bangsa berhati lembut yang menerima Islam tanpa kekerasan.
"Historical Facts and Fiction" buku terbaru Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, cendekiawan Malaysia kelahiran Bogor, mengoreksi pandangan yang sudah berabad-abad dipercaya banyak orang, bahwa Islam sampai ke nusantara pada abad ke-13 Masehi. Keliru. Bahkan pendapat paling optimis seperti yang diungkap almarhum Buya Hamba yaitu abad ke-7 pun masih dikoreksi.
Fakta-fakta sejarah yang dikaji Al-Attas menunjukkan dugaan kuat Islam tiba di Sumatera dibawa oleh para Sahabat yang diutus langsung oleh Rasulullah SAW.
Hubungannya dengan masalah Palestina?
Diantara tabiat Islam yang paling penting ialah menyatukan dan menyetarakan manusia di hadapan Allah. Apapun perbedaannya nggak masalah, yang penting dalam urusan ketaatan kepada Allah bangsa manusia manapun diajak (sekali lagi: diajak) bersatu. Satu aqidah, satu syariah, satu Rasulullah SAW, satu kitabullah, satu hati, satu tubuh, meskipun kebiasaan hidup, bahasa, dan warna kulit berbeda. Tidak masalah.
Termasuk dalam urusan Palestina, Indonesia satu tubuh dengan Palestina. Indonesai dijajah, Palestina marah dan membantu. Palestina dijajah, Indonesia marah dan membela. Kadar kemarahan dan pembelaan tergangung kadar iman dan ilmu. Ketika dakwah semakin meningkatkan iman dan ilmu orang Indonesia, maka semakin besarlah kemarahan dan pembelaan mereka terhadap saudara-saudaranya yang sedang dijajah dan dizalimi.
Apalagi di Palestina ada Masjidil Aqsha. Bukan masjid sembarang masjid. Masjid yang merupakan bagian penting dari aqidah Islam. Disebut Allah dalam Al-Quran. Dijihadkan pembebasannya oleh Rasulullah SAW dan khalifahnya Abu Bakar. Dituntaskan oleh Umar. Dikokohkan jihad Al-Aqsha itu oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.
Karena Palestina -khususnya Masjidil Aqsha- bagian dari iman seorang Muslim (juz' min 'aqidatunaa), maka cara membantu dan membelanya juga dengan cara yang disunnahkan baik oleh Rasulullah SAW, oleh Sahabat, maupun mereka yang kemudian mengikuti jejak langkahnya. Jihad dengan do'a, jihad dengan informasi, jihad dengna harta, jihad dengan bantuan kemanusiaan, dan jihad dengan nyawa.
Membantu Palestina tanpa niatan jihad fii sabilillah bisa dilakukan dan mungkin berhasil. Uskup Illariona Cappuci, Ken O'Keefe, dan Sarah Colborne membantu Gaza dengan menyabung nyawa naik kapal Mavi Marmara tahun lalu. Perjuangan mereka selama bertahun-tahun membela Palestina lebih hebat dari kebanyakan Muslim Indonesia. Ribuan rakyat Palestina telah merasakan manfaat bantuan mereka. Kita doakan Allah memberi mereka hidayah dan memasukkannya ke dalam Islam karena kebaikan-kebaikannya.
Namun, harus secara jujur dikatakan di sini, tentu nilai amal mereka di hadapan Allah berbeda dengan mereka yang membantu Palestina dan Masjidil Aqsha dengan niatan fii sabilillah, karena aqidah.
Di shaf pertama perjuangan membantu Palestina dan Masjidil Aqsha ada para ulama dan mujahidin. Kita di shaf kedua mengerahkan apa yang kita bisa, MER-C mendirikan Rumah Sakit Indonesia. Dompet Dhuafa mendirikan pabrik roti (makanan pokok rakyat). ACT menyelenggarakan sahur dan buka puasa bersama bagi ratusan orang. KISPA membantu madrasah-madrasah tahfizh al-Quran. KNRP mengirimkan mujahidahnya almarhumah Yoyoh Yusroh. Lebih banyak lagi yang tak mampu disebutkan disini, dengan amal shalih yang semuanya luar biasa (terima kasih yang tak terhingga kepada almarhum Pak Natsir dari Dewan Dakwah dan Pak Lukman Harun dari Muhammadiyah, yang selalu jadi inspirasi sejak tahun '60-an).
Di shaf terdepan ada para ulama dan mujahidin. Di belakangnya ada kita, bersama saudara-saudara Muslimin dari seluruh penjuru dunia. Mudah-mudahan kita bersama terus sampai akhir salam. (Suara Hidayatullah).
Oleh: Dzikrullah Wisnu Pramudya
(Pendiri Sahabat Al-Aqsha, jaringan silaturrahim keluarga Indonesia-Palestina)
(Pendiri Sahabat Al-Aqsha, jaringan silaturrahim keluarga Indonesia-Palestina)
0 komentar:
Posting Komentar